Review Jurnal Behavioral Therapy

Behavioral Treatment of Panic Disorder

Barlow, D., Craske, M., Cenry, J., & Klosko, J.
1989
Association for Advancement of Behavior Therapy
Vol. 20 (261-282)

Tujuan
Untuk mengetahui apakah treatment pada penderita panic disorder melalui terapi perilaku dapat digabunggkan menggunakan obat-obatan.

Kekurangan
Pada penelitian ini, belum terbukti bahwa ada manfaat atau tidak pada penggabunggan terapi perilaku dan obat. Karena terapis ataupun klien masih harus memilih pilihan perawatan menggunakan obat atau terapi perilaku untuk penderita panic disorder.

Subjek
Subjek dipilih dari sejumlah besar klien yang disebut oleh profesional kesehatan mental, lembaga masyarakat, atau yang dirujuk sendiri, ke Klinik Kecemasan Kecemasan dan Phobia, Universitas Negeri New York di Albany.
Kriteria eksklusi umum adalah sebagai berikut: berusia di bawah 18 atau di atas 65 tahun; Ketergantungan atau penyalahgunaan alkohol atau obat saat ini; Diagnosis primer depresi berat, dan tanda-tanda psikosis atau sindrom otak organik. Selain itu, klien yang terlibat dalam program psikoterapi lain dinilai hanya karena terapi alternatif tidak berfokus pada manajemen kegelisahan, dan mereka menjalani terapi setidaknya selama enam bulan.
Semua klien yang berpartisipasi memenuhi kriteria DSM III-R untuk gangguan panik dengan penghindaran agorafobik ringan atau tidak. Diagnosis ditegakkan dari tanggapan selama wawancara terstruktur: Jadwal Wawancara Anxiety Disorder-Revised (Di Nardo et al., 1983). Penggunaan instrumen diagnostik ini telah memberikan koefisien kesepakatan interrater yang memuaskan untuk diagnosis panic disorder DSM III

Prosedur
Penilaian dilakukan pada pra perawatan dan pasca perawatan. Subjek kelompok perlakuan aktif juga dinilai 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan setelah perawatan selesai. Namun, penilaian tindak lanjut masih dalam proses.

Hasil
Hasil studi pengujian hasil klinis jangka panjang perawatan perilaku untuk panic disorder  tanpa penghindaran agorafobik. Paparan isyarat somatik dikombinasikan dengan terapi kognitif dibandingkan dengan terapi relaksasi dirancang khusus untuk gangguan rasa sakit. Dalam kondisi perawatan ketiga, teknik ini digabungkan. Ketiga perawatan itu lebih unggul dari berbagai ukuran pada kelompok kontrol daftar tunggu. Dalam dua kondisi perawatan yang mengandung paparan isyarat somatik dan terapi kardiovaskular, 85% atau lebih klien bebas panik saat perawatan ulang.
Inilah satu-satunya kelompok yang secara signifikan lebih baik daripada kontrol daftar pada ukuran ini. Relaksasi, di sisi lain, cenderung mempengaruhi pengurangan yang lebih besar secara umum. Kecemasan terkait dengan serangan pamc namun dikaitkan dengan tingkat putus sekolah yang tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa kita memiliki perawatan perilaku yang berhasil untuk gangguan panik, namun tinggalkan pertanyaan mengenai komponen dan mekanisme tindakan yang efektif yang tidak terjawab.


Review Jurnal Psikoterapi (Logoterapi)

Review Jurnal
TREATMENT OF ALCOHOLICS WITH LOGOTHERAPY
Crumbaugh, J. C., & Carr, G. L
The international journal of the addictions, 1979
Vol. 14 (6)


Tujuan
Tujuan logoterapi dalam penelitian ini adalah membimbing pasien dalam menemukan arti hidup.

Manfaat
Penelitian ini mengevaluasi hasil dari logoanalisis, aplikasi khusus dari logoanaisis, dengan pecandu alkohol yang dirawat dirumah sakit.

Kelebihan
a.       Logoterapi ini dapat mengembangkan intervensi alternatif  untuk  pasien dengan skor PIL yang tinggi. 
Subjek penelitian
Dari Veterans Administration Hospital Alcoholism Treatment Unit (ATU) yang berjumlah 25 orang yg dipilih secara acak dan dibagi dalam 6 kelompok yaitu :

1.      Kelompok I - A : pasien logoanalisis yang menonton film ditengah-tengah pemutaran sebelum melakukan terapi PIL (purpose in life) dengan skor lebih dari 93.
2.      Kelompok I - B : pasien logoanalisis yang menonton film ditengah-tengah pemutaran sebelum melakukan terapi PIL (purpose in life)dengan skor kurang  dari  92. 
3.      Kelompok II - A : pasien logoanalisis yang menonton film dari awal pemutaran sebelum melakukan terapi PIL (purpose in life) dengan skor lebih dari 93.
4.      Kelompok II - B : pasien logoanalisis yang menonton film dari awal pemutaran sebelum melakukan terapi PIL (purpose in life) dengan skor kurang dari 92.
5.      Kelompok III - A : pasien ATU yang tidak menerima logoanalisis dean tetap melakukan PIL dengan skor lebih dari 93.
6.      Kelompok III - B : pasien ATU yang tidak menerima logoanalisis dean tetap melakukan PIL dengan skor kurang dari 92.

Prosedur
1.      Prosedur untuk Logoanalisis
Logoanalisis dilakukan sebagai berikut; setiap kelompok bertemu 4 kali dalam seminggu dengan 2 jam sesi pertemuan. Penulis buku pertama (Crumbaugh, 1973) digunakan sebagai “teks”. Logoanalisis dibedakan dari logoterapi umum melalui:
a.       Penekanan pada pemcarian makna oleh individu setiap hari bukan oleh individu yang “sakit” atau abnormal.
b.      Latihan khusus digunakan untuk menerapkan prinsip generik dari logoterapi.
Perbedaan antara kelompok I dan kelompk II, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perbedaannya hanya terletak di waktu menonton film, pada saat ditengah-tengah film berjalan atau dari awal film dimulai.
2.      Prosedur untuk kontrol
Alcoholism Treatment Unit (ATU) menggunakan program tipe Jellinek dengan kegiatan kuliah dan menonton film tentang berbagai aspek alkoholisme setiap pagi, kelompok terapi disiang hari, serta  terapi pekerjaan tambahan, latihan fisik dan kontak pecandu alkohol.

Pertemuan
Terapi yang dilakukan selama 3 minggu, dan grup kontrol yang dilakukan pada ATU selama 28 hari – 6 minggu

Hasil
       Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok analisis closed-end  lebih unggul dari kelompok open-end, dan keduanya lebih unggul daripada kontrol dalam meningkatkan rasa makna dan tujuan pasien dalam kehidupan yang diukur oleh PIL.




Perbedaan Psikoterapi dan Konseling






  Psikoterapi




A.   Definisi
Corsini (1989) Psikoterapi adalah proses formal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri dari satu oran, tetapi ada kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada setiap pihak, dengan tujuan memperbaiki keadaan yyang tidak menyenangkan (distress) pada salah satu dari kedua pihak karena ketidakmampuan atau malafungsi pada salah satu dari bidang-bidang berikut: fungsi kognitif (kelainan pada fungsi berfikir), fungsi afektif (penderitaan atau kehidupan emosi yang tidak menyenangkan) atau fungsi perilaku (ketidaktepatan perilaku); dengan terapis yang memiliki teori tentang asal-usul kepribadian, perkembangan, mempertahankan dan mengubah bersama-sama dengan beberapa metode perawatan yang mempunyai dasar teori dan profesinya diakui resmi untuk bertindak sebagai terapis.
Ivey & Simek-Downing (1980) Psikoterapi adalah proses jangka panjang, berhubungan dengan upaya merekonstruksi seseorang dan perubahan yang lebih besar pada struktur kepribadian.
B.    Tujuan
Tujuan dari psikoterapi secara khusus dari beberapa metode dan teknik psikoterapi yang banyak peminatnya, dari dua oran tokoh yakni Ivey, et al (1987) dan Corey (1991):
1)  Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikodinamik, menurut Ivey, et al (1987): membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Rekonstruksi kepribadiannya dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat dan menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
2)  Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisi, menurut Corey (1991): membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien dalam menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan bekerja melalui konflik-konflik yang ditekan melalui pemahaman intelektual.
3) Tujuan psikoterapi dengan pendekatan Rogerian, terpusat pada pribadi, menurut Ivey, et al (1987): untuk memberikan jalan terhadap potensi yang dimiliki seseorang menemukan sendiri arahnya secara wajar dan menemukan dirinya sendiri yang nyata atau yang ideal dan mengeksplorasi emosi yang majemuk serta memberi jalan bagi pertumbuhannya yang unik.
4)  Tujuan psikoterapi pada pendekatan terpusat pada pribadi, menurut Corey (1991): untuk memberikan suasana aman, bebas, agar klien mengeksplorasi diri dengan enak, sehingga ia bisa mengenai hal-hal yang mencegah pertumbuhannya dan bisa mengalami aspek-aspek pada dirinya yang sebelumnya ditolak atau terhambat.
5) Tujuan psikoterapi dengan pendekatan behavioristik, menurut Ivey, et al (1987): untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar dan untuk mengganti dengan pola-pola perilaku yang lebih bisa menyesuaikan. Sehubung dengan terapi behavioristik ini, Ivey, et al (1987) menjelaskan mengenai tujuan pada terapi kognitif-behavioristik, yakni: menghilangkan cara berfikir yang menyalahkan diri sendiri, mengembangkan cara memandang lebih rasional dan toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
6) Corey (1991) merumuskan mengenai kognitif-behavioristik dan sekaligus rasional-emotif terapi dengan: menghilangkan cara memandang dalam kehidupan pasien yang menyalahkan diri sendiri dan membantunya memperoleh pandangan dalam hidup secara rasional dan toleran.
7)   Tujuan psikoterapi dengan metode dan teknik Gestalt, dirumuskan oleh Ivey, et al (1987): agar seseorang menyadari mengenai kehidupannya dan bertanggung jawab terhadap arah kehidupan seseorang.
8)   Corey (1991) merumuskan tujuan terapi Gestalt: membantu klien memperoleh pemahaman mengenai saat-saat dari pengalamannya. Untuk merangsang menerima tanggung jawab dari dorongan yang ada di dunia dalamnya yang bertentangan dengan ketergantungannya terhadap dorongan-dorongan dari dunia luar.
2.    Konseling


A.   Definisi
Robert L. Gibson (2011) mendefinisikan konseling sebagai hubungan yang berupa bantuan satu-satu yang berfokus kepada pertumbuhan dan penyesuaian pribadi dan memenuhi kebutuhan akan penyelesaian problem dan kebutuhan pengambilan keputusan. Bantuan ini bersifat terpusat dan dibutuhkan kepercayaan klien kepada konselor tentang apa yang disampaikannya. Bantuan ini ditandai dengan adanya kontak psikologis yang terjadi antara klien dan konselor.
Mcleod (2010) mencoba mendefinisikan konseling dengan mengabungkan beberapa pendapat (Burks, Stefflre, Feltham, Dryden dan British Association of Counseling) yang menekankan bahwa konseling adalah suatu hubungan professional dalam bentuk pertolongan dengan menekankan ekplorasi dan pemahaman serta proses penentuan diri.
B.    Tahapan konseling
Prayitno (2004) menjelaskan tahapan pelaksanaan konseling terentang dari kegiatan paling awal sampai kegiatan akhir, dapat dipilah dalam lima tahap, yaitu: (1) tahap pengantaran (introduction); (2) tahap penjajakan (investigation); (3) tahap penafsiran (interpretation); (4) tahap pembinaan (intervention); dan (5) tahap penilaian (inspection). Di antara kelima tahap itu tidak ada batas yang jelas, bahkan kelimanya cenderung sangat bertumpang tindih. Dalam keseluruhan proses konseling, Konselor harus setiap kali menyadari posisi dan peran yang sedang dilakukannya.
C.   Tujuan
1)    Memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya
2) Mengarahkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya kearah tingkat perkembangan yang optimal
3)   Mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya
4) Mempunyai wawasan yang lebih realitas serta penerimaan yang obyektif tentang dirinya
5)   Memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya dan dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungan
6) Mencapai taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya g). Terhindar dari gejala dimilikinya
7)   Terhindar dari gejala-gejala kecemasan gejala kecemasan dan salah suai (mal adjustment).
3.    Perbedaan Psikoterapi dan Konseling
Menurut Mappiare (dalam Hartosujono, 2004) ada sejumlah perbedaan psikoterapi dan konseling dikemukakan sebagai berikut:
A.   Konseling merupakan bagian dari psikoterapi. Psikoterapi merupakan bagian yang lebih luas dari pada konseling.
B.  Konseling lebih mengarah pada penyebab atau awal masalah. Selanjutnya konseling lebih mengarah pada pengembangan-pendidikan-pencegahan. Berbeda dengan psikoterapi yang mengarah penyembuhan-penyesuaian-penyembuhan.
C.   Dasar konseling adalah filsafat manusia. Dasar dari psikoterapi adalah perbedaan individual dengan dasar-dasar psikologi kepribadian dan psikopatologi. Pada perkembangan selanjutnya konseling juga memanfaatkan perkembangan teori-teori kepribadian dalam konteks ilmu perilaku.
D.   Dijelaskan oleh Narayana Rao (dalam Hartosujono, 2004) bahwa tujuan antara konseling dan psikoterapi sama, namun keduanya berbeda dalam proses pencapaiannya. Psikoterapi mencapainya dengan cara ‘pembedahan’ psikis dan pembedahan otak. Proses konseling lebih mengarah pada identifikasi dan kekuatan-kekuatan positif yang dimiliki klien, agar klien lebih maksimal dalam kehidupannya.
E. Konseling dan Psikoterapi merupakan suatu usaha profesional untuk membantu/memberikan layanan pada individu-individu mengenai permasalahan yang bersifat psikologis. Dengan kata lain Konseling dan Psikoterapi bertujuan memberikan bantuan kepada klien untuk suatu perubahan tingkah (behauvioral change), kesehatan mental positif (positive mental health), pemecahan masalah (problen solution), keefektifan pribadi (personal effectiveness), dan pembuatan keputusan (decision making). Dengan demikian seorang konselor perlu didukung oleh pribadi dan keterampilan yang dapat menunjang keefektifan konseling.
F.    Pada dasarnya antara konseling dan psikoterapi dalam hal tujuan sama-sama ingin membantu agar klien dapat menemukan permasalahan untuk kemudian dapat dipecahkan bersama-sama, namun semua itu hanya dapat terlaksana dengan baik manakala klien dapat membuka diri dan mau diajak kerjasama.




Daftar Pustaka :
Gunarsa, Singgih D. 1996. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
McLeod, John. (2010). Pengantar Konseling, Teori dan Studi Kasus. Alih Bahasa: A.K
Anwar. Jakarta: Prenada Media Group.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan Kedua.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Robert L. Gibson (2011). Bimbingan dan Konseling. Alih Bahasa: Yudi Santoso.

Yogyakarta: Pustka Pelajar.

Blogger templates